Selasa, 16 September 2014
Selasa, 12 Agustus 2014
LP3I
19.35
No comments
LP3I Gandeng 5.000 Perusahaan

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 menyebutkan jumlah penganguran terdidik di Indonesia mencapai 600 ribu-an untuk lulusan S1 dan 500 ribu-an untuk lulusan Diploma. Hal ini disebabkan tak sesuainya kebutuhan perusahaan dengan lulusan perguruan tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut, Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) melakukan terobosan dengan menjalankan kurikulum pembelajaran yang didesain sesuai dengan kebutuhan pasar dan memberikan garansi diterima kerja bagi lulusannya.
Menurut Direktur Politeknik LP3I Jakarta Kamaludin Yusuf, LP3I telah menggandeng perusahaan-perusahaan sebagai mitra, agar para mahasiswanya bisa langsung bekerja setelah menyelesaikan perkuliahan. “Kita memberikan garansi pada mahasiswa, sebelum mereka menyelesaikan perkuliahan, mereka sudah berkerja. Ini bisa terwujud karena kita menerapkan kurikulum Link & Match (Pendidikan dan penempatan kerja). Jadi apa yang diajarkan di perkuliahan , sesuai dengan kebutuhan pasar,” ujar Kamaludin.
Untuk perusahaan yang menjadi mitra LP3I , tambah Kamaludin, saat ini jumlahnya mencapai 5000-an perusahaan se Indonesia. “Karena setiap cabang LP3I punya relasi masing-masing minimal 200 perusahaan,” ujarnya.
Pendiri LP3I Syahrial Yusuf dalam orasi ilmiahnya mengatakan, dengan metode Link & Match yang diterapkan LP3I, lembaga berniat mencetak entrepreneur sebanyak-banyaknya. “Tidak hanya diterima kerja, lulusan LP3I diharapkan bisa mencitptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain,” ujar Syahrial.
sumber:republika
depok.politekniklp3i-jkt.ac.id

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 menyebutkan jumlah penganguran terdidik di Indonesia mencapai 600 ribu-an untuk lulusan S1 dan 500 ribu-an untuk lulusan Diploma. Hal ini disebabkan tak sesuainya kebutuhan perusahaan dengan lulusan perguruan tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut, Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) melakukan terobosan dengan menjalankan kurikulum pembelajaran yang didesain sesuai dengan kebutuhan pasar dan memberikan garansi diterima kerja bagi lulusannya.
Menurut Direktur Politeknik LP3I Jakarta Kamaludin Yusuf, LP3I telah menggandeng perusahaan-perusahaan sebagai mitra, agar para mahasiswanya bisa langsung bekerja setelah menyelesaikan perkuliahan. “Kita memberikan garansi pada mahasiswa, sebelum mereka menyelesaikan perkuliahan, mereka sudah berkerja. Ini bisa terwujud karena kita menerapkan kurikulum Link & Match (Pendidikan dan penempatan kerja). Jadi apa yang diajarkan di perkuliahan , sesuai dengan kebutuhan pasar,” ujar Kamaludin.
Untuk perusahaan yang menjadi mitra LP3I , tambah Kamaludin, saat ini jumlahnya mencapai 5000-an perusahaan se Indonesia. “Karena setiap cabang LP3I punya relasi masing-masing minimal 200 perusahaan,” ujarnya.
Pendiri LP3I Syahrial Yusuf dalam orasi ilmiahnya mengatakan, dengan metode Link & Match yang diterapkan LP3I, lembaga berniat mencetak entrepreneur sebanyak-banyaknya. “Tidak hanya diterima kerja, lulusan LP3I diharapkan bisa mencitptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain,” ujar Syahrial.
sumber:republika
depok.politekniklp3i-jkt.ac.id
LP3I
19.33
No comments
Langkah Pasti Raih Prestasi Membangun Negeri
Semangat Membangun Bangsa, bahwa LP3I
adalah institute pendidikan yang sangat peduli terhadap masa depan
anak-anak negeri yang akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan bangsa
Indonesia. Dimana LP3I terus berperan memmbawa anak bangsa lepas dari
jeratan pengangguran melalui pendidikan life skills yang revolusioner
dengan memakai kurikulum, disiplin, metode pengajaran, pengajar praktisi
yang berbasis riil dunia kerja.
Dari Sebuah Tekad
Dalam catatan M. Syahrial Yusuf, san
tokoh pendiri LP3I, ada dua alasan yang melatarbelakangi berdirinya
lembaga pendidikan LP3I. Alasan pertama, ingin emngaplikasikan
teori-teori yang telah ia temukan dalam skripsinya tentang fenomena
pengangguran di Indonesia] beserta penanggulangannya. Alasan kedua, ia
ingin menjadi pengusaha. Karena kedua alasan inilah ia ingin bertekad
me]mberikan konstribusi bagi bangsa ini agar bisa menguragi pengangguran
Indonesia. Pada tahun pertama berdiri LP3I, belum ada yang istimewa
saat itu.Lalu, Syahrial membuat
promosi dengan harga dan jaminan kualitas yang menarik. “ Kalau hanya
menangani kursus bahasa inggris, akutansi, dan computer saja, sulit bagi
LP3I bertahan karena saingan lembaga pendidikan yang sudah menjamur.
Untuk itu, ia memang mempunyai kita khusus untuk membesarkan LP3I.
Keberhasilan Mengatasi Hambatan Pada Awal Bangun Usaha
Bukan perkara mudah untuk meyakinkan
orang agar mau berinvestasi di bidang pendidikan. Apalagi dana yang
dibutuhkan tidaklah sedikit. Bila diestimasikan, waktu itu ia
membutuhkan Rp 200 juta. Pada tahun 1988, nilai uang sejumkah itu
sangatlah besar. Setelah menawarkan proposal ke beberapa orang, akhirnya
ia dapatkan juga. “ Saya sempat menawarkan proposal bisnis itu kepada
beberapa orang. Baru orang ke tujuh yang bersedia. Beliau adalah Bapak
Alex Arifin,” kenang Syahrial. Kemudian pada tahun 1999, Bapak Alex
Arifin mundur sebagai pemegang saham.
Maka pada 29 Maret 1989 berdirilah
LP3I. Saat itulah Syahrial mulai sibuk menyiapkan kantor barunya. Pada
tahun pertama, Syahrial menangani sendiri bisnis pendidikannya; mulai
dari mencari pegawai baru sampai mengurus iklan di Koran untuk mencari
peserta didik di LP3I. Tampaknya, tak begitu sulit Syahrial menjalani
usahanya itu. Denagn pengalamannya menjadi General Manager di koperasi
mahasiswa Unpad, is sudah terbiasa memenej pekerjaannya sendiri.
Agar usahanya bisa maju, Syahrial tak
pandang waktu dalam bekerja. Semua tenaga dan pikirannya terfokus untuk
membesarkan LP3I. Maklum, pada saat itu telah berdiri lebih dari 300
lembaga pendidikan kursus di Jakarta yang menjadi saingannya.
Dalam merintis dan membangun LP3I,
hambatan itu selalu ada. Jujur saja, hambatan-hambatan yang dihadapi
pada awal memulai usaha, bila kita tidak memiliki kesiapan mental dalma
mengahadapinya, usaha yang kita rintis takkan berjalan. Namun demikian
banyak hikmah yang bisa diraih ketika kita bersabar dan kreatif dalam
menghadapinya. Dari pengalaman , stidaknya ada enam hala yang harus
dimiliki dalam menagatasi hambatan dalam merintis usaha LP3I, yaitu : 1)
kemauan dan keyakinan yang kuat, 2) memiliki pengalaman sukses baik
diri sendiri maupun orang lain 3) menguasai jenis usaha yang akan
dijalani, 4) memiliki cukup banyak realsi, 5) memiliki modal dana baik
dari diri sendiri maupun pinjam ke personal atau bank, serta 6)
mempunyai integritas yang baik seperti jujur, percayadiri dan optimis
serta tidak mudah putus asa.
Satu hal lagi yang dapat mengokohkan
usaha dari terpaan dan hambatan yang dihadapi adalah etos kerja dan
kerja keras. Menurut M. Syahrial sebagai founder LP3I,untuk memiliki
etos kerja yang tinggi, selayaknya orang-orang yang terlibat dalam usaha
ini memliki hal-hal sebagai berikut ini yaitu : visi hidup ini ibadah.
Untuk mendapatkan hakikat visi hidup sebagai ibadah, salah satu untuk
membentuk hal itu adalah dengan cara I’tikaf untuk karyawan laki-laki.
Berdasarkan pengalaman M. Syahrial setelah menjalani proses latihan cara
I’tikaf selama 40 hari pada tahun 1997,2005,2007 dan 2010, membawa
hikmah yang luar biasa, baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun
lingkungan usaha.
Mulai Berada Pada TRACK YANG TEPAT
Dalam menjalankan dan mengembangkan
LP3I,Syahrial sangat memperhatikan 3 hal yaitu Pemodal, Relasi, dan
Manajemen. Ketiga unsure tersebut harus saling melengkapi dan sinergi.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah visi. Ibarat orang mengendarai
kapal layar, ia harus mengetahui ke mana kapalnya akan berlayar. Hal itu
harus di sampaikan kepada semua awak ya ikut bersamanya. “ Denagn
demikian, ketika bisnis ini berjalan tidak ada yang bingung bisnis ini
mau ke mana. Itulah visi !” tegas Syahrial.
LP3I saat berdiri mempunyai visi menjadi lembaga pendidikan dan keterampilan nomor satu terbaik di Indonesia.
Semangat visi ini dituangkan secara
formal : Menjadi Lembaga Pendidikan yang terus menerus menyelaraskan
kualitas pendidikannya dengan kebutuhan dunia kerja dalam pembentukan
Sumber Daya Manusia yang professional, beriman dan bertaqwa.
Guna mencapai visi yang telah ditetapkan, maka di antara misi LP3I adalah :
- Mencetak sumber jadaya manusia yang siap kerja dengan kemampuan yang terampil dan professional.
- Membentuk kepribadian Sumber Daya Manusia yang memilki jwa dan kemampuan berwirausaha.
- Membentuk Sumber Daya Manusia yang mberbudi luhur.
- Membangun jaringan kemitraan dengan dunia usaha dan industry serta aosiasi profesi di dalam dan luar negeri.
- Memiliki networking dengan penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi.
- Menjadi lembaga pendidikan terbaik dengan kualitas berstandar internasional.
- Memiliki jaringan di dalam dan luar negeri.
- Menjadi lembaga pendidikan yang dipercaya dan bermanfaat bagi masyarakat.
- Memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi karyawan dan keluarganya
Fase Bertumbuh (1991-2005)
Animo Masyarakat Tinggi : Saat yang Tepat MEMBUKA CABANG-CABANG
Model pendidikan LP3I yang berbasis
link and match telah banyak melahirkan lulusan yang berkualitas., siap
kerja dan memiliki daya saing di dunia kerja.
Karenanya 95% lulusan hasil pendidikan
LP3I begitu lulus segera dapat bekerja di perusahaan. Kondisi ini selain
memberikan kegembiraan bagi mahasiswa yang bersangkutan, juga bagi
perusahaan yang terbantu dalam pengadaan SDM yang handal sesuai
kualifikasi industri. Selain itu, tentu menjadi kebaagiaan tersendiri
bagi para orang tua yang bersangkutan. Kenyataan seperti ini telah
menjadi buah bibir yang menyebar pada masyarakat luas dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada LP3I.
Melihat animo masyarakat yang demikian
besar, maka dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat serta semangat melahirkan pengusaha yang peduli pada
pendidikan, muncullah ide untuk membuka cabang-cabang LP3I di berbagai
kota dan kabupaten. Konsep pembukaan cabang dilakukan dengan model
kerjasama dan waralaba.
Walaupun pada tahun 1997-1999,Indonesia
tengah menagalami krisis ekonomi dan moneter , justru pada era ini
LP3I mampu meembuka lebih dari 20 cabang yang tersebar di jabodetabek
dan kota-kota besar di Indonesia.
Program pembukaan cabang LP3I terus dikembangkan. Dan hingga saat ini terdapat 48 cabang LP3I Bisnis College dan 100 Cabang LCC.
LP3I Lahirkan Perguruan Tinggi Berbasis Vokasi
Diawali dari banyaknya usulan para
manajer HRD dan tuntutan karir dari para alumni LP3I yang telah bekerja
di berbagai perusahaan, menghendaki adanya pendidikan formal berbentuk
pendidikan tinggi. Trend ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sejalan dengan itu, maka pada akhir
1999 dan awal tahun 2000, LP3I mengusulkan pendirian perguruan tinggi
vocational kepada Menteri Pendidikan Nasional (pada waktu itu) melalkui
Direktorat Pendidikan Tinggi.
Dan bersyukur pada Allah SWT LP3I
mendapat ijin operasional pendirian tiga politeknik yaitu Polikteknik
LP3I Bandung (2003), Politeknik LP3I Medan (2004) dan Politeknik LP3I
Jakarta (2003).
Denagn kehadiran tiga politeknik telah
memberikan semacam dsarah segar dan memantapkan diri bahwa LP3I memiliki
konsen pada Pendidikan Tinggi. Walaupun demikian, LP3I masih tetap
mengembangkan program business college dan kursus-kursus.
Sinergi dan Semangat Team : Lompatan Kerjasama Membangkitkan Perguruan Tinggi
Disadari benar bahwa pencapaian LP3I
merupakan buah dari kesatuan hati dari tim manajemen yang penuh dedikasi
dalam dunia pendidikan. Kekompakan tim telah mendorong sinergitas
antara satu anggota tim dengan anggota tim lainnya. Bahkan hal ini pun
memmberikan inspirasi yang kuat untuk menjalin kerjasama dengan sejumlah
tokoh terkemuka untuk membangun pendidikan tinggi lainnya.
Pada tahun 1997, tim manajemen LP3I
diminta untuk alih kelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala
Indonesia (STIAMI) yang didirikan yayasan Illomata pada 27 Jan 1983.
Walaupun secara kelembagaan LP3I tidak secara langsung memiliki share
kepemilikan di STIAMI, kepecayaan ini semakin meneguhkan LP3I untuk
semakin serius terjun pada dunia pendidikan tinggi.
Kepercayaan masyarakat dan pemerintah
kepada STIAMI semakin berkembang sehingga STIAMI kembali dipercaya untuk
menyelenggarakan program diploma III dan Pasca Sarjana Magister Jurusan
Administrasi (S2/M.Si),demikian juga dengan kehadiran STIA Banten
sebagai kembaran dari STIAMI.
Pada tahun 2007, LP3I mendapat kepercayaan untuk alih kelola dan kepemilikan Univesitas Az Zahra.
Universitas Az Zahra didirikan pada
tahun 1995, dengan Rektor pertama Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH (Alm)
yang kemudian digantikan oleh Dr. KH. Tarmizi Taher MD. Setelah melalui
proses terdaftar pada tahun 1997-1998, pada tahun seluruh fakultas yang
dimiliki sesudah terakreditasi oleh BAN-PT.
Pada tahun 2004, Universitas Az Zahra
mendirikan program pascasarjana, dengan program studi Magister Perbankan
dan Keuangan Syariah, yang mendapatkan Surat Keputusan Pembentukan
Program Studi dari Departemen Agama, Direktur Jenderal Pendidikan Islam
pada tanggal 18 Agustus 2004 dengan nomor : DJ.II/275/2004, yang beralamat di Jl, Jatinegara Barat No. 144, Kampung Melayu Jakarta Timur.
Fase Bekembang (2005-sekarang)
Kelahiran Cabang-Cabang LCC yang Cepat
Kebutuhan dan keinginan masyarakat
terhadap bimbingan belajar dalam satu dasawarsa terakhir yang semakin
meningkat, mendorong LP3I untuk dapat menyediakan layanan bimbingan
belajar.
Namun secara kelembagaan, karena bimbingan belajar memiliki keunikan, maka dibentuklah LCC atau LP3I Course Center.
Dalam perjalanannya, ternhyata respon
masyarakat dan minat usaha yang sangat tinggi, maka LCC di berbagai
wilayah di Indonesia dalam kurun waktu yang tidak lama sudah mencapai
100 cabang.
Kepakan Sayap LP3I Business College
LP3I BC telah merambah secara nasional.
Telah ribuan alumni LP3I yang telah berkontribusi dan berkarya di
berbagai perusahaan maupun berwirausaha. Tentu ini merupakan kebanggaan
bagi kita semua. Bangga karena mereka telah memberikan konstribusinya
pada pembangunan ekonomi daerah maupun ekonomi nasional.
LP3I BC di Indonnesia akan selalu
berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat dan masyarakat industry dengan
aneka program pendidikan bermutu. Bersamaan dengan perkembangan LP3I
Business College yang semakin melebarkan sayapnya, Bapak Fahmi Idris
bergabung di LP3I sebagai Komisaris Aktif 2010. Maspuknya Bapak Fahmi
Idris semakin memberikan penguatan dan akselerasi pada tokoh dan
pengusaha nasional.
Pelan Tapi Pasti LP3I Merajut Kekuatan Mengembangkan Pendidikan Tinggi Berkualitas
Peningkatan mutu pendidikan di
perguruan tinggi mendesak untuk segera dilakukan perbaikan. Peningkatan
mutu itu pada dasarnya dapat dilakukan dengan strategi merubah salah
satu dari sub sistem : manusia, struktur, teknologi dan proses
organisasi. Kaitannya dengan kajian strategi peningkatan lulusan bermutu
di perguruan tinggi, perubahan itu dilakukan pada subsistem manusia dan
teknologi yang meliputi : 1) mahasiswa yang di didik 2) dosen sebagai
pendidik dan pengajar 3) sarana dan prasarana.
Untuk mendapat mahasiswa dengan bibit
yang terbaik , dapat dilakukan dengan sistem seleksi yang hanya
mempertimbangkan mutu, bukan target jumlah mahasiswa sehingga output
(lulusan) yang dihasilkan dapat diminati di pasar bursa tenaga kerja.
Dosen selain sebagai pengajar, sekaligus sebagai pendidik yang mendidik
calon ekonom menjadi manusia yang berakhlak sebagaimana tujuan dari
pendidikan. Untuk melaksanakan fungsi itu, dosen harus memiliki jabatan
fungsional dan meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan ke jenjang
S2 ataupun S3 serta berbagai kegiatan seminar ataupun pelatihan. Begitu
pun dengan sarana dan prasarana, yang meliputi gedung perkuliahan yang
sangat memadai berdasarkan standar pendidikan tinggi serta perlengkapan
praktek mahasiswa di laboratorium ataupun komputerisasi yang memadai.
LP3I telah sejak lama terus berupaya
untuk dapat menjadi lembaga pendidikan kebanggan nasional. Namun
demikian ke depan, hendaknya LP3I diperhitungkan secara internasional.
Hal ini sejalan dengan tantangan era globalisasi. Dalam era globalisasi
institusi pendidikan dituntut harus melakukan peran dalam meningkatkan
kemampuan daya saing bangsa agar berpartisipasi dan bersaing dalam
percaturan dunia. Berdasarkan kondisi tersebut, mutu pendidikan harus
selalu ditingkatkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas, mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat
menerapkannya untuk kesejahteraan masyarakat.
Setiap perguruan tinggi yanpg bernaung
di bawah LP3I hendaknya hadir menjadi perguruan terkemuka di Indonesia
yang menerapkan strategi pengembangan sejalan dengan paradigm baru
perguruan tinggi yang digariskan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Paradigma ini mengandung elemen-elemen antara lain : otonomi,
evaluasi, akreditasi dan akuntabilitas.
Bukanlah hal yang musthail jika
perguruan tinggi di bawah naungan LP3I merubah strategi daru
iniversitas pendidikan menjadi universitas riset yang unggul dan
berkelas dunia. Untuk itu mesti terjadi perbaikan yang terus menerus
tiada henti.
Dalam catatan kita, saat ini LP3I telah memiliki lima politeknik, empat sekolah tinggi, satu akademi dan satu unversitas.
Secara rinci dapat disampaikan itu :
Politeknik LP3I Bandung,Politeknik LP3I Jakarta, Politeknik LP3I Medan,
Politeknik Nasional LP3I Makasaar dan Politeknik PGRI Serang; STIA
Banten, STMIK Bina Sarana Global, STIAMI, STIM Sukma, ASMI Banjarmasin
dan Universitas Az Zahra.
Harapan ke Depan : Perlunya Semangat Baru Hadapi Perubahan
Setidaknnya ada lima pilar dalam
mengelola lembaga pendidikan. Pertama, kejelian melihat model pendidikan
yang tepat. Menjadi aneh ketika memilih mengelola lembaga pendidikan
yang justru berlawanan dengan angin tren yang berkembang ke depan.
Kedua, keunikan. Dalam mengelola lembaga pendidikan, manajemen harus
dapat memotret jauh-jauh hari betapa lembaga pendidikan menjadi pusat
keunggulan. Ketiga, melakukan ekspansi, baik itu penambahan modal maupun
program. Faktor keempat, leadership. Pemimpin yang baik dalam mengelola
lembaga pendidikan adaah pemimpin yang dapat emnjadi panutan bagi
jajaran civitas akademika termasuk para peserta didiknya atau mahasiswa.
Selain itu, pemimpin juga harus dapat membawa biduk lembaga pendidikan
menuju pantai kemajuan. Keliam, transparansi dan good governance. Sudah
banyak bukti bahwa bisnis yang tidak transparan dan good governance
tidak akan suistanable. Kita bisa saja menang sesaat, tetapi tidak
sustainable.
Untuk menjalankan lima pilar itu tentu
tidak mudah bagi kita. Kita suka tidak suka harus berusaha keras serta
berusaha cerdas secara simultan. Kita juga harus merubah budaya kucing
menjadi budaya cheetah. Budaya kucing yang hanya menunggu diberi makan
dan baru mau bergerak kalau sudah ada makanan. Tidak seperti buadaya
cheetah yang mengejar mangsanya dengan sangat cepat. Bahkan sangat
mungkin untuk menuju LP3I yang semakin besar dan diperhitugkan secara
internasional, suka tidak suka LP3I harus melakukan repositioning.
Sembari memperkuat kualitas
infrastruktur maupun suprastruktur secara bertahap pada lembaga-lembaga
pendidikan yang berada di naungan LP3I, berdasarkan brenchmarking apad
lembaga pendidikan terkemuka, telah dirintis beberapa unit usaha yang
diharapkan dapat memberikan konstribusi positif terhadap perkembangan
LP3I ke depan. Saat ini LP3I tengah menggarap beberapa unit usaha yang
bergerak di bidang media remaja (majalah youngster), air mineral dalam
kemasan (hexaqua), Properti, Pertanian, Penerbitan (Lentera Ilmu),
Percetakan (Lentera Printing).
Perkembangan unit-unit usaha, bukan
saja untuk memperkuat LP3I secara kelembagaan dalam jangka panjang, juga
diharapkan memberikan ruang yang terbuka untuk semakin tumbuhkan para
wirausahawan muda Indonesia yang tangguh dan berdaya saing.
Berkaitan dengan pengembangan
wirausahawan muda itu pula, M. Syahrial sebagai founder LP3I, telah
membentuk rumah entrepreneur dan LP3I entrepreneur center. Selain itu
didirikan SEQ (Siritual Emotional Quotient) Center dan Lembaga Insan
Sempurna.
LP3I
19.28
No comments
Kewirausahaan/Entrepreneurship
Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad 18 diawali dengan penemuan-penemuan baru seperti mesin uap, mesin pemintal, dll. Tujuan utama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inovasi dan kreativitas. Keuntungan dan kekayaan bukan tujuan utama. Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18).
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803).
Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Richard Cantillon (1775) : Kewirausahaan didefinisikan sebagai
bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli barang
saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang
dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada
bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian.
b. Jean Baptista Say (1816) : Seorang wirausahawan adalah agen yang
menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari
produksinya.
c. Frank Knight (1921) : Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan
menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan
wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar.
Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi
manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan
d. Joseph Schumpeter (1934) : Wirausahawan adalah seorang inovator yang
mengimplementasikan perubahanperubahan di dalam pasar melalui
kombinasi-kombinasi baru.
Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik
dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang
sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluangpeluang yang muncul di
pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan
dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu
diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering
dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Wirausahawan
adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan
faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga
orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru. Selain itu,
seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya,
tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak
digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan
fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi
selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi
kewirausahaany
Kesimpulan lain dari kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang
berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan,
memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta
menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta
yang sejak awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta.
Persepsi tentang wirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan
entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada kemandirian
(swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha. Istilah
wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karena memang
penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan
yang dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang
lapangan kerja, maka pendidikan wiraswasta mengarah untuk survival dan
kemandirian seharusnya lebih ditonjolkan.
Sedikit perbedaan persepsi wirausaha dan wiraswasta harus dipahami,
terutama oleh para pengajar agar arah dan tujuan pendidikan yang
diberikan tidak salah. Jika yang diharapkan dari pendidikan yang
diberikan adalah sosok atau individu yang lebih bermental baja atau
dengan kata lain lebih memiliki kecerdasan emosional (EQ) dan
kecerdasarn advirsity (AQ) yang berperan untuk hidup (menghadapi
tantangan hidup dan kehidupan) maka pendidikan wiraswasta yang lebih
tepat. Sebaliknya jika arah dan tujuan pendidikan adalah untuk
menghasilkan sosok individu yang lebih lihai dalam bisnis atau uang,
atau agar lebih memiliki kecerdasan finansial (FQ) maka yang lebih tepat
adalah pendidikan wirausaha. Karena kedua aspek itu sama pentingnya,
maka pendidikan yang diberikan sekarang lebih cenderung kedua aspek itu
dengan menggunakan kata wirausaha. Persepsi wirausaha kini mencakup baik
aspek financial maupun personal, sosial, dan profesional (Soesarsono,
2002 : 48)
2. Ciri dan Watak Wirausaha
a. Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualistis, dan optimisme
b. Berorientasi pada tugas dan hasil Kebutuhan untuk berprestasi,
berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai
dorongan kuat, energetik dan inisiatif
c. Pengambilan resiko Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan
d. Kepemimpinan Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik
e. Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel
f. Berorientasi ke masa depan Pandanga ke depan, perspektif Dalam
konteks bisnis, seorang entrepreneur membuka usaha baru (new ventures)
yang menyebabkan munculnya produk baru arau ide tentang penyelenggaraan
jasa-jasa.
3. Karakteristik tipikal entrepreneur (Schermerhorn Jr, 1999) :
a. Lokus pengendalian internal
b. Tingkat energi tinggi
c. Kebutuhan tinggi akan prestasi
d. Toleransi terhadap ambiguitas
e. Kepercayaan diri
f. Berorientasi pada action
4. Karakteristik Wirausahawan (Masykur W)
a. Keinginan untuk berprestasi
b. Keinginan untuk bertanggung jawab
c. Preferensi kepada resiko menengah
d. Persepsi kepada kemungkian berhasil
e. Rangsangan untuk umpan balik
f. Aktivitas Energik
g. Orientasi ke masa depan
h. Ketrampilan dalam pengorganisasian
i. Sikap terhadap uang
5. Wirausahawan yang berhasil mempunyai standar prestasi (n Ach) tinggi. Potensi kewirausahaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut : (Masykur, Winardi)
a. Kemampuan inovatif
b. Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity)
c. Keinginan untuk berprestasi
d. Kemampuan perencanaan realistis
e. Kepemimpinan berorientasi pada tujuan
f. Obyektivitas
g. Tanggung jawab pribadi
h. Kemampuan beradaptasi (Flexibility)
i. Kemampuan sebagai pengorganisator dan administrator
j. Tingkat komitmen tinggi (survival)
6. Jenis Kewirausahaan (Williamson, 1961)
a. Innovating Entrepreneurship: Bereksperimentasi secara agresif, trampil mempraktekkan transformasi-transformasi atraktif
b. Imitative Entrepreneurship: Meniru inovasi yang berhasil dari para Innovating Entrepreneur
c. Fabian Entrepreneurship: Sikap yang teramat berhati-hati dan sikap
skeptikal tetapi yang segera melaksanakan peniruan-peniruan menjadi
jelas sekali, apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka akan
kehilangan posisi relatif pada industri yang bersangkutan.
d. Drone Entrepreneurship: Drone = malas. Penolakan untuk memanfaatkan
peluang-peluang untuk melaksanakan perubahan-perubahan dalam rumus
produksi sekalipun hal tersbut akan mengakibatkan mereka merugi
diandingkan dengan produsen lain. Di banyak negara berkembang masih
terdapat jenis entrepreneurship yang lain yang disebut sebagai Parasitic
Entrepreneurship, dalam konteks ilmu ekonomi disebut sebagai
Rent-seekers (pemburu rente). (Winardi, 1977)
7. Proses Kewirausahaan
Tahap-tahap Kewirausahaan Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha :
a) Tahap memulai, tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan
usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan
melihat peluang usaha baru yang mungkin apakah membuka usaha baru,
melakukan akuisisi, atau melakukan franchising. Juga memilih jenis usaha
yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri / manufaktur /
produksi atau jasa.
b) Tahap melaksanakan usaha atau diringkas dengan tahap jalan, tahap ini
seorang wirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan
usahanya, mencakup aspek-aspek : pembiayaan, SDM, kepemilikan,
organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil resiko dan
mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.
c) Mempertahankan usaha, tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil
yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi
d) Mengembangkan usaha, tahap di mana jika hasil yang diperoleh
tergolong positif atau mengalami perkembangan atau dapat bertahan maka
perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.
Menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996 : 3), proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengeruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari pribadi maupun di luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk locus of control, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembangan menjadi wirausaha yang besar. Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang bersal dari individu, seperti locus of control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembangan menajdi kewirausahaan melalui proses yang dipengrauhi lingkungan, organisasi dan keluarga (Suryana, 2001 : 34).
Secara ringkas, model proses kewirausahaan mencakup tahap-tahap berikut (Alma, 2007: 10 sd 12) :
1. proses inovasi
2. proses pemicu
3. proses pelaksanaan
4. proses pertumbuhan
Berdasarkan analisis pustaka terkait
kewirausahaan, diketahui bahwa aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
melakukan wirausaha adalah :
a. mencari peluang usaha baru : lama usaha dilakukan, dan jenis usaha yang pernah dilakukan
b. pembiayaan : pendanaan, jumlah dan sumber-sumber dana
c. SDM : tenaga kerja yang dipergunakan
d. kepemilikan : peran-peran dalam pelaksanaan usaha
e. organisasi : pembagian kerja diantara tenaga kerja yang dimiliki
f. kepemimpinan : kejujuran, agama, tujuan jangka panjang, proses manajerial (POAC)
g. Pemasaran : lokasi dan tempat usaha
4. Faktor-faktor Motivasi Berwirausaha
Ciri-ciri wirausaha yang berhasil (Kasmir, 27 sd 28)
a. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak
ke mana langkah dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui langkah
yang harus dilakukan oleh pengusaha tersebut
b. Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar di mana
pengusaha tidak hanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi terlebih dahulu
memulai dan mencari peluang sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan.
c. Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses selalu mengejar
prestasi yang lebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk,
pelayanan yang diberikan, serta kepuasan pelanggan menjadi perhatian
utama. Setiap waktu segala aktifitas usaha yang dijalankan selalu
dievaluasi dan harus lebih baik disbanding sebelumnya.
d. Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki
seorang pengusaha kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang maupun
waktu.
e. Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, di mana
ada peluang di situ dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha sulit
untuk mengatur waktu kerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan
usahanya. Ide-ide baru selalu mendorongnya untuk bekerja kerjas
merealisasikannya. Tidak ada kata sulit dan tidak ada masalah yang tidak
dapat diselesaikan.
f. Bertanggungjawab terhadap segala aktifitas yang dijalankannya, baik
sekarang maupun yang akan datang. Tanggungjawab seorang pengusaha tidak
hanya pada segi material, tetapi juga moral kepada berbagai pihak.
g. Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh
dan harus ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang merupakan
kewajiban untuk segera ditepati dana direalisasikan.
h. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak,
baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun
tidak. Hubungan baik yang perlu dlijalankan, antara lain kepada : para
pelanggan, pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas.
Dari analisis pengalaman di lapangan,
ciri-ciri wirausaha yang pokok untuk dapat berhasil dapat dirangkum
dalam tiga sikap, yaitu :
a. jujur, dalam arti berani untuk mengemukakan kondisi sebenarnya dari
usaha yang dijalankan, dan mau melaksanakan kegiatan usahanya sesuai
dengan kemampuannya. Hal ini diperlukan karena dengan sikap tersebut
cenderung akan membuat pembeli mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada
pengusaha sehingga mau dengan rela untuk menjadi pelanggan dalam jangka
waktu panjang ke depan
b. mempunyai tujuan jangka panjang, dalam arti mempunyai gambaran yang
jelas mengenai perkembangan akhir dari usaha yang dilaksanakan. Hal ini
untuk dapat memberikan motivasi yang besar kepada pelaku wirausaha untuk
dapat melakukan kerja walaupun pada saat yang bersamaan hasil yang
diharapkan masih juga belum dapat diperoleh.
c. selalu taat berdoa, yang merupakan penyerahan diri kepada Tuhan untuk
meminta apa yang diinginkan dan menerima apapun hasil yang diperoleh.
Dalam bahasa lain, dapat dikemukakan bahwa manusia yang berusaha, tetapi
Tuhan-lah yang menentukan. Dengan demikian berdoa merupakan salah satu
terapi bagi pemeliharaan usaha untuk mencapai cita-cita.
Kompetensi perlu dimiliki oleh
wirausahawan seperti halnya profesi lain dalam kehidupan, kompetensi ini
mendukungnya ke arah kesuksesan. Dan & Bradstreet business Credit
Service (1993 : 1) mengemukakan 10 kompetensi yang harus dimiliki, yaitu
:
1. knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan
dilakukan. Dengan kata lain, seorang wirausahawan harus mengetahui
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan
dilakukan.
2. knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasar
pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasi dan
mengenalikan perusahaan, termasuk dapat memperhitungkan, memprediksi,
mengadministrasikan, dan membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui
manajemen bisnis berarti memahami kiat, cara, proses dan pengelolaan
semua sumberdaya perusahaan secara efektif dan efisien.
3. having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna
terhadap usaha yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti pedagang,
industriawan, pengusaha, eksekutif yang sunggung-sungguh dan tidak
setengah hati.
4. having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak
hanya bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hati
merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukup waktu,
cukup uang, cukup tenaga, tempat dan mental.
5. managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan / mengelola
keuangan, secara efektif dan efisien, mencari sumber dana dan
menggunakannnya secara tepat, dan mengendalikannya secara akurat.
6. managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien
mungkin. Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengan
kebutuhannya.
7. managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan /
memotivasi, dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan perusahaan.
8. statisfying customer by providing high quality product, yaitu memberi
kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang
bermutu, bermanfaat dan memuaskan.
9. knowing Hozu to Compete, yaitu mengetahui strategi / cara bersaing.
Wirausaha harus dapat mengungkap kekuatan (strength), kelemahan (weaks),
peluang (opportunity), dan ancaman (threat), dirinya dan pesaing. Dia
harus menggunakan analisis SWOT sebaik terhadap dirinya dan terhadap
pesaing.
10. copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan /
pedoman yang jelas tersurat, tidak tersirat. (Triton, 2007 :137 sd 139)
Delapan anak tangga menuju puncak karir berwirausaha (Alma, 106 sd 109), terdiri atas:
1. mau kerja keras (capacity for hard work)
2. bekerjasama dengan orang lain (getting things done with and through people)
3. penampilan yang baik (good appearance)
4. yakin (self confidence)
5. pandai membuat keputusan (making sound decision)
6. mau menambah ilmu pengetahuan (college education)
7. ambisi untuk maju (ambition drive)
8. pandai berkomunikasi (ability to communicate)
Source:http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/04/14/artikel-entrepreneurship-551394.html
Langganan:
Postingan (Atom)